DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………..…………………..……………….. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang …………………………………………… 1
B. Rumusan
Masalah……………………………………………. 2
C. Tujuan
Penulisan …………………………………………… 2
BAB II PEMBAHSAN
A. Teknologi
pada masa Paleometalik………………………….. 3
B. Hasil
Teknologi pada masa Paleometalik …………………… 4
C. Kehidupan
Sosial pada masa Paleometalik………………….. 8
D. Sistem
Penguburan pada Masa Paleometalik …………...…... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………….……. 12
B. Kritik
dan Saran ……………………………………….……. 12
DAFTAR RUJUKAN ………………………………….……………………….. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di zaman yang serba modern ini semua kegiatan manusia
tidak dapat terlepas dari logam dari peralatan rumah tangga, barang-barang
elektronik, bahkan peralatan untuk perang banyak yang menggunakan logam. Logam
sudah diatemukan dan dipergunakan sejak dulu pada pada masa itu disebut paleometalik karena pada temuan-temuan
dijumpai peralatan peralatan yang terbuat dari logam bahkan didominasi dengan
logam. Soetjipto (1995:38) menyimpulkan
“Zaman logam di Indonesia diperkirakan sebelum abad Masehi. Sedangkan penemuan
barang logam yang dianggap tertua di Asia Tenggara diperkirakan pada tahun
3000-2000 SM”.
Selain sebagai peralatan-peralatan yang dibutuhkan
manusia, logam juga digunakan sebagai perhiasan seperti gelang, kalung, dan
cincin. Logam sangat berguna bagi kehidupan manusia, di zaman modern ini
pemanfaatan logam semakin berkembang. Sering kita jumpai logam dipergunakan
untuk penghantar listrik dan panas bahkan semua barang-barang elektronik yang
dibuat manusia tidak bias lepas dari pemanfatan logam. Perkembangan logam di
Indonesia sendiri berlangsung sangat cepat. Asmito (1988:17) menyimpulkan
“Lukisan pada nekara memberikan petunjuk bahwa kebudayaan perunggu indonesia
tidak berdiri sendiri, melainkan hanya merupakan bagian dari lingkungan
kebudayaan yang lebih luas yang meliputi seluruh Asia Tenggara”.
Kesimpulan asmito membuktikan bahwa perkembangan logam
sangat merata di Indonesia bahkan sampai ke asia tenggara, penemuan penemuan
nekara yang terbuat dari logam biasa diartikan bahwa logam juga digunakan untuk
menukar barang. Pada masa paleometalik
logam adalah barang yang memiliki fungsi sangat banyak melebihi fungsi uang.
Bagi kaum remaja logam bukanlah hal yang asing namun dalam sejarah manusia
mulai menggunakan dan memanfaatan logam adalah hal yang cukup menarik karena belum
begitu banyak remaja-remaja
yang mempelajari
dan mendalaminya. Untuk itu, dalam tugas kali ini saya tertarik untuk
memfokuskan pembahasan pada “kehidupan manusia
pada masapaleometalik.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
makalah inki mempunyai berbagai rumusan masalah yaitu sebagaiberikut :
1. Bagaimanakah
teknologi manusia pada masa Paleometalik?
2. Bagaimanakah
hasil dari teknologi pada zaman Paleometalik?
3. Bagaimanakah
kehidupan sosial manusia pada masa Paleometalik?
4. Bagaimanakah
sistem-sistem penguburan pada masa Peleometalik?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui dan memahami secara lebih tentang teknologi manusia pada masa Paleometalik.
2. Untuk
mengetahui hasil dari teknologi pada zaman Paleometalik.
3. Untuk
mengetahui dan memahami secara lebih tentang kehidupan sosial manusia pada masa
Paleometalik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teknologi
Pada Masa Paleometalik
Pada
masa paleometalik (masa perundagian)
terdapat perubahan teknologi dalam pembuatan alat yaitu telah dikenalnya
pembuatan logam. Logam adalah barang tambang yang bentuk aslinya berupa
bijih-bijih logam. Untuk membuat alat yang terbuat dari logam bijih-bijih logam
tersebut harus dilebur untuk dijadikan lempengan atau batangan logam.
Soejipto (1995:38) menyatakan sebagai berikut,
Dari proses ini,
masyarakat perundagian melakukan pembuatan alat dengan teknik “a cire perdue”(cetak lilin). Teknik ini
digunakan sekali cetak. Adapun teknik lain pembuatan alat logam pada zaman
paleometalik ini adalah dengan cetakan setangkup “bivalve”yang digunakan untuk mencetak benda secara berulang-ulang.
Barang yang akan dibentuk dibuat dulu modelnya dari lilin. Lilin itu kemudian
dilapisi dengan tanah liat. Pada waktu tanah liat dibakar agar keras, lilin
didalamnya mencair dan keluar dari lubang di bagian bawah tanah liat tersebut.
Setelah tanah liat tadi keras maka ia menjadi cetakan benda yang akan
dihasilkan. Cairan logam kemudian dimasukkam kedalam cetakan tadi. Setelah
dingin cetakan tanah liat dibuka dan dibenda tersebut tercetak sesuai dengan
bentuk model
Ada beberapa tehnik untuk membentuk logam sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan yang sudah diterapkan pada zaman paleometali juga sampai saat ini masih digunakan, Teknik dengan menggunakan
cetakan yang terbuat dari kayu ataupun dari batuan andesit. “Cetakan setangkut
sesuai dengan barang yang diingini atau cetakan tunggal. Model ini disebut
dengan cetakan bivalve dan
keuntungannya dapat digunakan untuk mencetak benda logam beberapa kali,
sedangkan sistem a cire perdue hanya dapat digunakan satu kali cetak” (Haryono,1979:5).
“Seperti dikemukakan oleh beberapa ahli, diketahui bahwa di Asia Tenggara,
termasuk Indonesia, tidak menganal zaman tembaga. Jadi, hanya mengenal zaman perunggu
dan zaman besi serta peleburan emas’’
(Soejono,1984:245)
(Soejono,1984:245)
Kemajuan teknologi pada masa ini mempengaruhi cara
berpikir manusia yang membawa peningkatan dalam bidang kepercayaan yang memusat
pada tradisi pemujaan nenek moyang.
Jika
orang hendak membuat benda yang menggorenggang di dalamnya (umpamanya saja arca
yang tidak pejal) maka model dari lilin itu diberi teras dari tanah. “Teras nantinya dapat
dikeluarkan sedikit demi sedikit dari benda logamnya, ialah melalui lobang yang
telah disediakan. (kepandaian menempa barulah timbul kemudian, setelah banyak alat
logam, sebab menempa itu hanyalah mengubah bentuk yang telah ada , bukan
mengambil atau melebur logam dari bijinya)”.
(Soekmono, 1973:60).
B.
Hasil
Teknologi Pada Zaman Paleometalik
Zaman logam di
Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga
disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam
jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan
alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah.
Hasil
kebudayaan paleometalik atau zaman perundagian (zaman logam) yaitu sebagai
berikut:
1. Benda-benda
Perunggu
Benda perunggu atau
peralatan yang terbuat dari perunggu yang terkenal adalah kapak corong atau
kapak sepatu dan nekara. Kapak perunggu dibagi menjadi dua golongan yaitu kapak
corong atau kapak sepatu dan kapak upacara.
Menurut R.P.Soejono kapak diklasifikasian menjadi delapan jenis yaitu:
a. Tipe
I yaitu tipe dasar.
b. Tipe
II yaitu tipe ekor burung seriti.
c. Tipe
III yaitu tipe pahat bertangkai.
d. Tipe IV yaitu tipe tembilang.
e. Tipe
V yaitu tipe bulan sabit.
f. Tipe
VI yaitu tipe jantung.
g. Tipe
VII yaitu tipe candrasa.
h. Tipe
VIII yaitu tipe kapak roti (berasal dari pulau roti yang mempunyai bentuk
khusus dari pada tipe kapak lain).
Kapak corong atau yang biasa disebut kapak sepatu
adalah kapak yang bagian atasnya yang berbentuk corong yang sembirnya belah,
sedangkan kedalam corong itulah dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku kepada
bidang kapak. Kapak seolah-olah disamakan dengan sepatu dan tangkainya dengan
kaki orang.
Soekmono (1973:63) menyatakan sebagai berikut.
kapak
corong ini terutama ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah,
dan Sulawesi Selatan, Pulau Selayar serta di Irian dekat danau Sentani. Tidak semua jenis kapak dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari seperti candrasa yang bentukya sangat indah yang tidak
dapat digunakan sebagai perkakas tetapi hanya dipakai untuk tanda kebesaran dan
alat upacara saja.
Selain
benda kapak ada benda perunggu lain yang dianggap penting adalah nekara. Nekara
adalah benda uang terbuat dari perunggu yang berbentuk semacam genderang atau
berumbung yang bentuknya berpinggang dan bagian atasnya tertutup. Jadi seperti
bentuk dandang yang ditelungkupkan.
Menurut Soekmono persebaran dari nekara adalah di
Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti, Selayar dan di Kepulauan Key. Di Alor, banyak
juga ditemukan nekara, tetapi bentuknya lebih kecil dan ramping dari pada yang
ditemukan di tempat-tempat lain. Nekara yang berbentuk seperti ini disebut
moko.
Adapun ada dua
tipe nekara yaitu nekara tipe Pejeng dan nekara tipe Heger. Nekara tipe pejeng
disebut pejeng karena ditemukan di desa Pejeng Kianyar, Bali. Nekara perunggu
ini bentuknya sagat besar, oleh penduduk setempat disebut “bulan pejeng”.
Nekara tersebut disimpan di pura di desa intaran daerah Pejeng dan puratersebut
dinamakan pura penataransasi (pura bulan). Sedangkan nekara tipe Heger
dinamakan Heger karena ditemukan oleh Heger. “Nekara ditemukan di pulau-pulau
kecil di Indonesia bagian timur yaitu di Sanggean, selayar, Leti, Rote, Luang,
Key, Dula, Gorom, Kur, Banda dan Alor. Soejono” (2010:249).
2.
Benda-benda Besi
Penemuan
benda-benda yang terbuat dari besi jumlahnya terbatas. Jenis-jenis benda-benda
besi digunakan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata. Benda-benda besi
yang banyak ditemukan berupa mata kapak, mata pisau, mata sabit, mata
tembilang, mata pedang, tombak dan gelang-gelang besi. Menurut Anwarsari
benda-benda besi kebanyakan ditemukan di Wonosari (jawa tengah), Tubann Madiun
dan sekitar daerah punung yang fungsinya sebagai bekal kubur.
3.
Benda Gerabah atau Tembikar
Pada
zaman logam pembuatan benda-benda gerabah mencapai tingkat yang lebih maju dari
pada zaman sebekumnya (neolitikum).
Pada umumnya gerabah digunakan untuk kepentingan sehari-hari seperti sebagai
tempat air, alat untuk memasak dan tempat penyimpanan makanan. Selain itu gerabah
juga digunakan dalam upacara keagamaan yang digunakan sebagai wadah kubur,
bekal kubur, atau tempat peralatan upacara.
Menurut
Soejono gerabah dibedakan menjadi dua yaitu gerabah wadah dan gerabah nonwadah.
Gerabah wadah yaitu seperti periuk, tempayan, cawan, piring, kendi atau gogok.
Sedangkan yang nonwadah yaitu bandul jala, patu, anglo, saluran air dan
manik-manik. Dan ada pula dua kelompok gerabah yang ditemukan di wilayah
Vietnam, Situs Sa-Huyuh (Tran-long,
Phukhu,ong, Long-than dan Than-cu). Kelomppk ini disebut kompleks gerabah Sa-Huyuh. Sedangkan yang kedua ditemukan
di Gua Kalanay, di Pulau Masbate,
Filipina. Kelompok ini disebut kompleks gerabah Kalanay.
4. Manik-manik
Pada zaman logam manik-manik dibuat dari bermacam-macam bahan dengan berbagai bentuk dan warna, antara lain dari batu akik, kaca, dan tanah liat yang dibakar. Soejono, (2010:406-407) menyatakan sebagai berikut.
Pada zaman logam manik-manik dibuat dari bermacam-macam bahan dengan berbagai bentuk dan warna, antara lain dari batu akik, kaca, dan tanah liat yang dibakar. Soejono, (2010:406-407) menyatakan sebagai berikut.
Di Indonesia, manik-manik
memegang peran penting dan ditemukan di setiap penggalian, terutama di
daerah-daerah penemuan kubur-kubur prasejarah seperti di Pasemah, Jawa Barat,
Gunung Kidul, Plawangan, Besuki, dan Gilimanuk.Manik-manik yang ditemukan di
Indonesia bermacam-macam bentuk dan ukurannya, yakni bulat, silindris, bulat
panjang berfaset-faset dan lain sebagainya, dan yang kecil kadang-kadang
berukuran hanya sebesar kepala jarum.Warna-warna yang umum ialah biru, merah,
kuning, hijau sedangkan manik yang berwarna hitam yang dibuat dari batu andesit
ditemukan di Sangiran.
Pembuatan manik-manik dilakukan melalui beberapa cara tergantung dari
jenis dan bahannya. Penggosokan yang cermat dilakukan terhadap batu-batuan
untuk memperoleh manik-manik dan berbagai bentuk.Lubang manik-manik diperoleh
dengan mengurdi dari dua arah pada sisi oinggir manik. Ada dua cara pembuatan
manik, yaitu sebagai berikut :
a.
Pembuatan manik
dari tanah liat dilakukan dengan terlebih dulu melilitkan dulu tanah liat pada seutas kawat atau tali.
Kawat tersebut kemudian ditarik dan pipa tanah liat dipotong-potong dalam
bagian kecil dan akhirnya dibakar.
b.
Pembuatan
manik-manik dari bahan kaca diperoleh dengan membakar bahan kaca sampai cair
yang kemudian dituang
ke dalam cetakan dan manik yang dihasilkan diumpan
hingga halus. Cara lain yaitu dengan memasukkan sepotong kayu ke dalam cairan
kaca dan memutarnya sehingga kaca yang mulai mengeras melekat pada kayu. Dengan
demikian terbentuklah manik dengan lubangnya.
Benda perhiassan lain yang berasal dari tingkat perundagian adalah gelang kaca dan perhiasan dari emas yang kebanyakan ditemukan di daerah-daerah kubur dari masa tersebut. Daerah temuan kaca yang sangat menonjol adalah bagian utara dari Jawa Barat dan Gilimanuk, beberapa temuan dicatat dengan asal dari daerah lain jawa dan Sulawesi Selatan. “Di gilimanuk gelang kaca yang ditemukan dalam ekskavasi didapatkan masih melingkar pada lengan rangka-rangka.Perhiasaan emas ditemukan di daerah-daerah kubur tingkat perundagian dalam bentuk manik-manik yang gepeng, bundar, dan sebagainya serta cincin” (Soejono, 2010:409).
Benda perhiassan lain yang berasal dari tingkat perundagian adalah gelang kaca dan perhiasan dari emas yang kebanyakan ditemukan di daerah-daerah kubur dari masa tersebut. Daerah temuan kaca yang sangat menonjol adalah bagian utara dari Jawa Barat dan Gilimanuk, beberapa temuan dicatat dengan asal dari daerah lain jawa dan Sulawesi Selatan. “Di gilimanuk gelang kaca yang ditemukan dalam ekskavasi didapatkan masih melingkar pada lengan rangka-rangka.Perhiasaan emas ditemukan di daerah-daerah kubur tingkat perundagian dalam bentuk manik-manik yang gepeng, bundar, dan sebagainya serta cincin” (Soejono, 2010:409).
C.
Kehidupan
Sosial Masa Paleometalik
Masyarakat
dizaman logam hidup menetap di desa-desa terutama di daerah pegunungan,dataran
rendah dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang teratur dan terpimpin.
Kebudayaan berburu binatang liar masih dilakukan. Dalam hal ini peran binatang
seperti anjing sangat penting untuk membantu dalam perburuan. Soejono
(2010:409) menyatakan bahwa
“Butkti-bukti dari adanya
tempat-tempat kediaman yang berkembang pada masa itu didapatkan tersebar,
antara lain di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumba, serta dibeberapa pulau
lainnya di Nusa Tenggara Timur dan Maluku”. Di tempat-tempat tersebut telah
ditemukan bahan makanan yang telah dikonsumsi seperti kerang, ikan, babi, ayam
dan sebagian binatang anjing. Melalui dari nekara-nekara perunggu pada umumnya
dapat disimpulkan bahwa rumah orang-orang merupakan rumah besar bertiang dengan
atap melengkung. “Kolong
merupakan tempat ternak. Rumah semacam
ini biasanya didiami oleh beberapa keluarga”
(Soejono:2010:409).
“Dari
kemajuan-kemajuan dalam keahlian mengakibatkan penigkatan peduduk dimana-mana.
Maka terbentuklah desa-dessa besar yang berasal dari gabungan kampung-kampung
kecil”. Soejono (2010:409-410) dari hasil
ekskavasi di Gilimanuk (Bali), contoh sebuah desa di pantai yang pokok
penghidupannya adalah mencari ikan, dapatdiperoleh gambaran tentang kehidupan
sebuah perkampungan masa perundagian. Dari sejumlah rangka manusia yang
ditemukan di sini dapat diketahui bahwa umur rata-rata penduduknya ialah 30-40
tahun, dan angka kematian anak rata-rata 5 dari junlah penduduk.
Dalam tata kehidupan
yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti harimau dan kijang masih
tetap dilakukan.Perburuan ini, selain untuk menambah mata pencaharian, juda
dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat keberanian dan kegagahan dalam lingkungan
masyarakatnya.Perburuan dilakukan dengan menggunakan tombak, panah, jerat yang
dibuat dari bambu atau rotan yang ujungnya dilingkarkan.Perburuan ini dilakukan
secara perorangan atau beramai-ramai dengan naik kuda mengeroyok binatang
buruan.
Pertanian dalam bentuk perladangan atau persawahan menjadi mata
pencaharian yang tetap.Untuk menyempurnakan usaha pertanian diciptakan
alat-alat dari logam, terutama untuk pengolahan sawah.Pengaturan air untuk
sawah diadakan sehingga pertanian tidak seluruhnya bergantung pada hujan. Hasil
pertanian ini disimpan untuk masa kering dan mungkin juga untuk diperdagangkan ke tempat lain.
Perdangan dilakukan antar-pulau di Indonesia dan
antara Kepulauan Indonesia dengan Daratan Asia Tenggara. Perdagangan dilakukan
dengan cara tukar-menukar barang-barang yang diperlukan tiap-tiap pihak.
D.
Sistem
Penguburan Pada Masa Paleometalik
Dalam
masa perundagian hal yang paling menonjol adalah kepercayaan pada roh nenek
moyang terhadap kehidupan. Oleh karena itu, arwah nenek moyang selalu
diperhatikan melalui upacara-upacara. Begitu juga dengan orang yang meninggal
diberikan penghormatan dan pengsajian yang mungkin dimaksud untuk mengantarkan
arwahnya dengan sebaik-baiknya ketempat tujuan yaitu dunia arwah.
Anwarsari (1995:86-87)
menyatakan sebagai berikut.
penguburan orang
yang meninggal dilaksanakan dengan cara langsung(primer) dan tidak langsung atau penguburan kedua (sekunder). Pada penguburan langsung,
mayatnya langsung dikuburkan di tanah atau diletakkan dalam suatu wadah di
dalam tanah. Sedangkan pengburan tidak langsung (sekunder) dilakukan dengan mengubur mayat terlebih dahulu dalam
tanah atau kandang-kandang dalam peti mayat yang dibuat berbentuk seperti
perahu. Kuburan ini dianggap sebagai kuburan semantara karena upacara yang
terpenting dan yang terakhir belum dapat dilaksanakan. Penguburan yang kedua
ini dapat dilakukan dalam tampayan, kubur batu atau wadah dalam tanah.
Pada
penguburan langsung(primer) biasanya
dilakukan disekitar tempat kediaman dan sering kali mayat diletakkan mengarah
ke tempat yang dipandang sebagai asal usul suatu kelompok penduduk atau
ketampat yang dianggap sebagai tempat roh nenek moyangnya bersemayang. Anwarsari
(1995:87) menyatakan sebagai berikut.
Orang yang meninggal diberikan upacara-upacara
sesuai dengan kehidupannya semasa hidup. Maka orang yang dimasa hidupnya
berkedudukan terpandang penguburannya disertakan bekal-bekal kubur yang lengkap
hal ini dimaksudkan untuk perjalan ke dunia arwah dapat berjalan dengan
selamat. Penguburan kedua(sekunder)
dilakukan karena upacara yang terpenting dan terakhir belum dapat dilaksanakan
setelah semua persiapan untuk upacara primer tersedia maka mayat yang sudah
jadi kerangka itu diambil kembali dan kemudian dibersihkan atau mungkin dicuci
baru dibungkus lagi dan dikuburkan ditempat yang telah disediakan. Anwarsari
Penguburan
dengan tembayan tersebar luas di daerah seperti Tonkin, Korea, Jepang, Taiwan,
Filipina, dan beberapa daerah di Indonesia. Di Indonesia antara lain ditemukan
di Anyer, Plawangan, Gilimanuk, Lesung batu, Sa’bang, Tiletile, Melolo, dan
Lomblen (Flores). Penguburan dengan tembayan ini hanya dilakukan untuk
orang-orang terkemuka dalam masyarakat., sedangkan orang-orang lain dikubur
dalam tanah di sekitarnya. Dalam penguburan primer rangka diletakkan dengan
sikap terlipat atau sikap jongkok.
Menurut Mukhlis
dkk mengemukakan bahwa penguburan sering dilakukan di daerah yang sering
dihubungkan dengan sejarah nenek moyangnya atau tempat-tempat tinggi yang di
sakralkan. Dikarenakan adanya kepercayan bahwa roh seseorang yang meninggal
tidak lenyap tetapi hidup di dunia arwah. Agar arwah mempunyai kedudukan yang
tinggi di dunia arwah maka saat dikuburkan diikut sertakan bekal kubur burial
gifts. Baik pada fase pengeburan yang pertama (primery burial) maupun penguburan yang kedua (secondery burial). Sebagai puncak pada acara penguburan dilakukan
pemotongan hewan yang disertai pendirian bangunan dari batu besar. Mulai
upacara dan pendirian bangunan tersebut, diharapkan agar arwah orang yang
meninggal tersebut mendapat tempat yang khusus di dunia arwah dan bagi yang
ditinggalkan dapat memohon perlindungan kesejahteraan hidupnya maupun untuk
kesuburan tanaman.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa manusia Pada masa paleometalik (masa perundagian) terdapat
perubahan teknologi dalam pembuatan alat yaitu telah dikenalnya pembuatan
logam. Logam adalah barang tambang yang bentuk aslinya berupa bijih-bijih
logam. Untuk membuat alat yang terbuat dari logam bijih-bijih logam tersebut
harus dilebur untuk dijadikan lempengan atau batangan logam.
Zaman
logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam
juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam
jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan
alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah
Masyarakat
dizaman logam hidup menetap di desa-desa terutama di daerah pegunungan,dataran
rendah dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang teratur dan terpimpin.
Kebudayaan berburu binatang liar masih dilakukan. Dalam hal ini peran binatang
seperti anjing sangat penting untuk membantu dalam perburuan.
Dalam
masa perundagian hal yang paling menonjol adalah kepercayaan pada roh nenek
moyang terhadap kehidupan. Oleh karena itu, arwah nenek moyang selalu diperhatikan
melalui upacara-upacara. Begitu juga dengan orang yang meninggal diberikan
penghormatan dan pengsajian yang mungkin dimaksud untuk mengantarkan arwahnya
dengan sebaik-baiknya ketempat tujuan yaitu dunia arwah.
B. Kritik dan Saran
Demikian hasil makalah yang kami paparkan, apabila ada
kekurangan atau kelebihan dalam pemaparan tersebut kami mohon maaf. Kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan dan semoga hasil makalah yang telah
kami kerjakan sanagat bermanfaat bagi para pembacanya.
DAFTAR
RUJUKAN
Anwarsari. 1995. Sejarah Nasional Indonesia I.
Malang:Ikip Malang.
Asmito.1988. Sejarah Kebudayaan
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Iskandar,M.,& Djafar.H.,& Setiawan,A. 2009: Sejarah Kebudayaan Indonesia Sistem
Pegetahuan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persaja
Mukhlis, P dkk. 1995. Sejarah
Kebudayaan Sulawesi. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Nasional.
Ramdhani,
P. 2013: Zaman Logam (online) (http://cyberblueinformation.blogspot.com/2013/06/zaman-logam.html),
diakses 20 Oktober 20013.
Soejono.2010.Sejarah Nasi onal Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka
Soekmono,R.
1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:
Yayasan Kanisius
Soetjipto. 1995. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Malang:
Ikip Malang.
Suprapta, B. 1999. Prasejarah
Indonesia. Malang