Jumat, 22 November 2013

KEHIDUPAN MANUSIA KALA PALEOLITIK

DAFTAR ISI

                                                                                                                                   
DAFTAR ISI………………………………..…………………..………………..    i                                              
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang      ……………………………………………    1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………….    2
C.     Tujuan Penulisan   ……………………………………………    2
BAB II                        PEMBAHSAN
A.    Teknologi pada masa Paleometalik…………………………..     3
B.     Hasil Teknologi pada masa Paleometalik ……………………     4
C.     Kehidupan Sosial pada masa Paleometalik………………..     8
D.    Sistem Penguburan pada Masa Paleometalik …………......     9
BAB III          PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………….…….     12
B.     Kritik dan Saran …………………………………….…….     12

DAFTAR RUJUKAN ………………………………….………………………..    13



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Di zaman yang serba modern ini semua kegiatan manusia tidak dapat terlepas dari logam dari peralatan rumah tangga, barang-barang elektronik, bahkan peralatan untuk perang banyak yang menggunakan logam. Logam sudah diatemukan dan dipergunakan sejak dulu pada pada masa itu disebut paleometalik karena pada temuan-temuan dijumpai peralatan peralatan yang terbuat dari logam bahkan didominasi dengan logam. Soetjipto (1995:38)  menyimpulkan “Zaman logam di Indonesia diperkirakan sebelum abad Masehi. Sedangkan penemuan barang logam yang dianggap tertua di Asia Tenggara diperkirakan pada tahun 3000-2000 SM”.
Selain sebagai peralatan-peralatan yang dibutuhkan manusia, logam juga digunakan sebagai perhiasan seperti gelang, kalung, dan cincin. Logam sangat berguna bagi kehidupan manusia, di zaman modern ini pemanfaatan logam semakin berkembang. Sering kita jumpai logam dipergunakan untuk penghantar listrik dan panas bahkan semua barang-barang elektronik yang dibuat manusia tidak bias lepas dari pemanfatan logam. Perkembangan logam di Indonesia sendiri berlangsung sangat cepat. Asmito (1988:17) menyimpulkan “Lukisan pada nekara memberikan petunjuk bahwa kebudayaan perunggu indonesia tidak berdiri sendiri, melainkan hanya merupakan bagian dari lingkungan kebudayaan yang lebih luas yang meliputi seluruh Asia Tenggara”.
Kesimpulan asmito membuktikan bahwa perkembangan logam sangat merata di Indonesia bahkan sampai ke asia tenggara, penemuan penemuan nekara yang terbuat dari logam biasa diartikan bahwa logam juga digunakan untuk menukar barang. Pada masa paleometalik logam adalah barang yang memiliki fungsi sangat banyak melebihi fungsi uang. Bagi kaum remaja logam bukanlah hal yang asing namun dalam sejarah manusia mulai menggunakan dan memanfaatan logam adalah hal yang cukup menarik karena belum begitu banyak remaja-remaja


yang mempelajari dan mendalaminya. Untuk itu, dalam tugas kali ini saya tertarik untuk memfokuskan pembahasan pada “kehidupan manusia pada masapaleometalik.

B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah inki mempunyai berbagai rumusan masalah yaitu sebagaiberikut :
1.    Bagaimanakah teknologi manusia pada masa Paleometalik?
2.    Bagaimanakah hasil dari teknologi pada zaman Paleometalik?
3.    Bagaimanakah kehidupan sosial manusia pada masa Paleometalik?
4.    Bagaimanakah sistem-sistem penguburan pada masa Peleometalik?  

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui dan memahami secara lebih tentang teknologi manusia pada masa Paleometalik.
2.    Untuk mengetahui hasil dari teknologi pada zaman Paleometalik.
3.    Untuk mengetahui dan memahami secara lebih tentang kehidupan sosial manusia pada masa Paleometalik.
4.    Mengetahui secara jelas sistem-sistem penguburan pada masa Paleometalik.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Teknologi Pada Masa Paleometalik
Pada masa paleometalik (masa perundagian) terdapat perubahan teknologi dalam pembuatan alat yaitu telah dikenalnya pembuatan logam. Logam adalah barang tambang yang bentuk aslinya berupa bijih-bijih logam. Untuk membuat alat yang terbuat dari logam bijih-bijih logam tersebut harus dilebur untuk dijadikan lempengan atau batangan logam.
Soejipto (1995:38) menyatakan sebagai berikut,
Dari proses ini, masyarakat perundagian melakukan pembuatan alat dengan teknik “a cire perdue”(cetak lilin). Teknik ini digunakan sekali cetak. Adapun teknik lain pembuatan alat logam pada zaman paleometalik ini adalah dengan cetakan setangkup “bivalve”yang digunakan untuk mencetak benda secara berulang-ulang. Barang yang akan dibentuk dibuat dulu modelnya dari lilin. Lilin itu kemudian dilapisi dengan tanah liat. Pada waktu tanah liat dibakar agar keras, lilin didalamnya mencair dan keluar dari lubang di bagian bawah tanah liat tersebut. Setelah tanah liat tadi keras maka ia menjadi cetakan benda yang akan dihasilkan. Cairan logam kemudian dimasukkam kedalam cetakan tadi. Setelah dingin cetakan tanah liat dibuka dan dibenda tersebut tercetak sesuai dengan bentuk model

Ada beberapa tehnik untuk membentuk logam sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang sudah diterapkan pada zaman paleometali juga sampai saat ini  masih digunakan, Teknik dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari kayu ataupun dari batuan andesit. “Cetakan setangkut sesuai dengan barang yang diingini atau cetakan tunggal. Model ini disebut dengan cetakan bivalve dan keuntungannya dapat digunakan untuk mencetak benda logam beberapa kali, sedangkan sistem a cire perdue hanya dapat digunakan satu kali cetak” (Haryono,1979:5). “Seperti dikemukakan oleh beberapa ahli, diketahui bahwa di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak menganal zaman tembaga. Jadi, hanya mengenal zaman perunggu dan zaman besi serta peleburan emas’’
(Soejono,1984:245)


Kemajuan teknologi pada masa ini mempengaruhi cara berpikir manusia yang membawa peningkatan dalam bidang kepercayaan yang memusat pada tradisi pemujaan nenek moyang.
Jika orang hendak membuat benda yang menggorenggang di dalamnya (umpamanya saja arca yang tidak pejal) maka model dari lilin itu diberi teras dari tanah. Teras nantinya dapat dikeluarkan sedikit demi sedikit dari benda logamnya, ialah melalui lobang yang telah disediakan. (kepandaian menempa barulah timbul kemudian, setelah banyak alat logam, sebab menempa itu hanyalah mengubah bentuk yang telah ada , bukan mengambil atau melebur logam dari bijinya). (Soekmono, 1973:60).

B.  Hasil Teknologi Pada Zaman Paleometalik
            Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah.
Hasil kebudayaan paleometalik atau zaman perundagian (zaman logam) yaitu sebagai berikut:
1.    Benda-benda Perunggu
Benda perunggu atau peralatan yang terbuat dari perunggu yang terkenal adalah kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Kapak perunggu dibagi menjadi dua golongan yaitu kapak corong atau kapak sepatu dan kapak upacara.
Menurut R.P.Soejono kapak diklasifikasian menjadi delapan jenis yaitu:
a.       Tipe I yaitu tipe dasar.
b.      Tipe II yaitu tipe ekor burung seriti.
c.       Tipe III yaitu tipe pahat bertangkai.
d.      Tipe IV yaitu tipe tembilang.
e.       Tipe V yaitu tipe bulan sabit.
f.       Tipe VI yaitu tipe jantung.
g.      Tipe VII yaitu tipe candrasa.
h.      Tipe VIII yaitu tipe kapak roti (berasal dari pulau roti yang mempunyai bentuk khusus dari pada tipe kapak lain).
Kapak corong atau yang biasa disebut kapak sepatu adalah kapak yang bagian atasnya yang berbentuk corong yang sembirnya belah, sedangkan kedalam corong itulah dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku kepada bidang kapak. Kapak seolah-olah disamakan dengan sepatu dan tangkainya dengan kaki orang.
Soekmono (1973:63) menyatakan sebagai berikut.
kapak corong ini terutama ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan, Pulau Selayar serta di Irian dekat danau Sentani.  Tidak semua jenis kapak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti candrasa yang bentukya sangat indah yang tidak dapat digunakan sebagai perkakas tetapi hanya dipakai untuk tanda kebesaran dan alat upacara saja.
Selain benda kapak ada benda perunggu lain yang dianggap penting adalah nekara. Nekara adalah benda uang terbuat dari perunggu yang berbentuk semacam genderang atau berumbung yang bentuknya berpinggang dan bagian atasnya tertutup. Jadi seperti bentuk dandang yang ditelungkupkan.

Menurut Soekmono persebaran dari nekara adalah di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti,  Selayar dan di Kepulauan Key. Di Alor, banyak juga ditemukan nekara, tetapi bentuknya lebih kecil dan ramping dari pada yang ditemukan di tempat-tempat lain. Nekara yang berbentuk seperti ini disebut moko.
Adapun ada dua tipe nekara yaitu nekara tipe Pejeng dan nekara tipe Heger. Nekara tipe pejeng disebut pejeng karena ditemukan di desa Pejeng Kianyar, Bali. Nekara perunggu ini bentuknya sagat besar, oleh penduduk setempat disebut “bulan pejeng”. Nekara tersebut disimpan di pura di desa intaran daerah Pejeng dan puratersebut dinamakan pura penataransasi (pura bulan). Sedangkan nekara tipe Heger dinamakan Heger karena ditemukan oleh Heger. “Nekara ditemukan di pulau-pulau kecil di Indonesia bagian timur yaitu di Sanggean, selayar, Leti, Rote, Luang, Key, Dula, Gorom, Kur, Banda dan Alor. Soejono” (2010:249).

2.    Benda-benda Besi
            Penemuan benda-benda yang terbuat dari besi jumlahnya terbatas. Jenis-jenis benda-benda besi digunakan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata. Benda-benda besi yang banyak ditemukan berupa mata kapak, mata pisau, mata sabit, mata tembilang, mata pedang, tombak dan gelang-gelang besi. Menurut Anwarsari benda-benda besi kebanyakan ditemukan di Wonosari (jawa tengah), Tubann Madiun dan sekitar daerah punung yang fungsinya sebagai bekal kubur.

3.    Benda Gerabah atau Tembikar
            Pada zaman logam pembuatan benda-benda gerabah mencapai tingkat yang lebih maju dari pada zaman sebekumnya (neolitikum). Pada umumnya gerabah digunakan untuk kepentingan sehari-hari seperti sebagai tempat air, alat untuk memasak dan tempat penyimpanan makanan. Selain itu gerabah juga digunakan dalam upacara keagamaan yang digunakan sebagai wadah kubur, bekal kubur, atau tempat peralatan upacara.
             Menurut Soejono gerabah dibedakan menjadi dua yaitu gerabah wadah dan gerabah nonwadah. Gerabah wadah yaitu seperti periuk, tempayan, cawan, piring, kendi atau gogok. Sedangkan yang nonwadah yaitu bandul jala, patu, anglo, saluran air dan manik-manik. Dan ada pula dua kelompok gerabah yang ditemukan di wilayah Vietnam, Situs Sa-Huyuh (Tran-long, Phukhu,ong, Long-than dan Than-cu). Kelomppk ini disebut kompleks gerabah Sa-Huyuh. Sedangkan yang kedua ditemukan di Gua Kalanay, di Pulau Masbate, Filipina. Kelompok ini disebut kompleks gerabah Kalanay.



4.    Manik-manik
Pada zaman logam manik-manik dibuat dari bermacam-macam bahan dengan berbagai bentuk dan warna, antara lain dari batu akik, kaca, dan tanah liat yang dibakar. Soejono, (2010:406-407) menyatakan sebagai berikut.
 Di Indonesia, manik-manik memegang peran penting dan ditemukan di setiap penggalian, terutama di daerah-daerah penemuan kubur-kubur prasejarah seperti di Pasemah, Jawa Barat, Gunung Kidul, Plawangan, Besuki, dan Gilimanuk.Manik-manik yang ditemukan di Indonesia bermacam-macam bentuk dan ukurannya, yakni bulat, silindris, bulat panjang berfaset-faset dan lain sebagainya, dan yang kecil kadang-kadang berukuran hanya sebesar kepala jarum.Warna-warna yang umum ialah biru, merah, kuning, hijau sedangkan manik yang berwarna hitam yang dibuat dari batu andesit ditemukan di Sangiran.

Pembuatan manik-manik dilakukan melalui beberapa cara tergantung dari jenis dan bahannya. Penggosokan yang cermat dilakukan terhadap batu-batuan untuk memperoleh manik-manik dan berbagai bentuk.Lubang manik-manik diperoleh dengan mengurdi dari dua arah pada sisi oinggir manik. Ada dua cara pembuatan manik, yaitu sebagai berikut :
a.       Pembuatan manik dari tanah liat dilakukan dengan terlebih dulu melilitkan  dulu tanah liat pada seutas kawat atau tali. Kawat tersebut kemudian ditarik dan pipa tanah liat dipotong-potong dalam bagian kecil dan akhirnya dibakar.
b.      Pembuatan manik-manik dari bahan kaca diperoleh dengan membakar bahan kaca sampai cair yang kemudian dituang
ke dalam cetakan dan manik yang dihasilkan diumpan hingga halus. Cara lain yaitu dengan memasukkan sepotong kayu ke dalam cairan kaca dan memutarnya sehingga kaca yang mulai mengeras melekat pada kayu. Dengan demikian terbentuklah manik dengan lubangnya.
          Benda perhiassan lain yang berasal dari tingkat perundagian adalah gelang kaca dan perhiasan dari emas yang kebanyakan ditemukan di daerah-daerah kubur dari masa tersebut.  Daerah temuan kaca yang sangat menonjol  adalah bagian utara dari Jawa Barat dan Gilimanuk, beberapa temuan dicatat dengan asal dari daerah lain jawa dan Sulawesi Selatan. “Di gilimanuk gelang kaca yang ditemukan dalam ekskavasi didapatkan masih melingkar pada lengan rangka-rangka.Perhiasaan emas ditemukan di daerah-daerah kubur tingkat perundagian dalam bentuk manik-manik yang gepeng, bundar, dan sebagainya serta cincin” (Soejono, 2010:409).

C.  Kehidupan Sosial Masa Paleometalik
Masyarakat dizaman logam hidup menetap di desa-desa terutama di daerah pegunungan,dataran rendah dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang teratur dan terpimpin. Kebudayaan berburu binatang liar masih dilakukan. Dalam hal ini peran binatang seperti anjing sangat penting untuk membantu dalam perburuan. Soejono (2010:409) menyatakan bahwaButkti-bukti dari adanya tempat-tempat kediaman yang berkembang pada masa itu didapatkan tersebar, antara lain di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumba, serta dibeberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara Timur dan Maluku”. Di tempat-tempat tersebut telah ditemukan bahan makanan yang telah dikonsumsi seperti kerang, ikan, babi, ayam dan sebagian binatang anjing. Melalui dari nekara-nekara perunggu pada umumnya dapat disimpulkan bahwa rumah orang-orang merupakan rumah besar bertiang dengan atap melengkung. Kolong merupakan tempat ternak. Rumah semacam ini biasanya didiami oleh beberapa keluarga(Soejono:2010:409).
Dari kemajuan-kemajuan dalam keahlian mengakibatkan penigkatan peduduk dimana-mana. Maka terbentuklah desa-dessa besar yang berasal dari gabungan kampung-kampung kecil. Soejono (2010:409-410) dari hasil ekskavasi di Gilimanuk (Bali), contoh sebuah desa di pantai yang pokok penghidupannya adalah mencari ikan, dapatdiperoleh gambaran tentang kehidupan sebuah perkampungan masa perundagian. Dari sejumlah rangka manusia yang ditemukan di sini dapat diketahui bahwa umur rata-rata penduduknya ialah 30-40 tahun, dan angka kematian anak rata-rata 5 dari junlah penduduk.
           Dalam tata kehidupan yang sudah teratur, berburu binatang liar seperti harimau dan kijang masih tetap dilakukan.Perburuan ini, selain untuk menambah mata pencaharian, juda dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat keberanian dan kegagahan dalam lingkungan masyarakatnya.Perburuan dilakukan dengan menggunakan tombak, panah, jerat yang dibuat dari bambu atau rotan yang ujungnya dilingkarkan.Perburuan ini dilakukan secara perorangan atau beramai-ramai dengan naik kuda mengeroyok binatang buruan.
Pertanian dalam bentuk perladangan atau persawahan menjadi mata pencaharian yang tetap.Untuk menyempurnakan usaha pertanian diciptakan alat-alat dari logam, terutama untuk pengolahan sawah.Pengaturan air untuk sawah diadakan sehingga pertanian tidak seluruhnya bergantung pada hujan. Hasil pertanian ini disimpan untuk masa kering dan mungkin juga untuk diperdagangkan  ke tempat lain.
Perdangan dilakukan antar-pulau di Indonesia dan antara Kepulauan Indonesia dengan Daratan Asia Tenggara. Perdagangan dilakukan dengan cara tukar-menukar barang-barang yang diperlukan tiap-tiap pihak.

D.  Sistem Penguburan Pada Masa Paleometalik
Dalam masa perundagian hal yang paling menonjol adalah kepercayaan pada roh nenek moyang terhadap kehidupan. Oleh karena itu, arwah nenek moyang selalu diperhatikan melalui upacara-upacara. Begitu juga dengan orang yang meninggal diberikan penghormatan dan pengsajian yang mungkin dimaksud untuk mengantarkan arwahnya dengan sebaik-baiknya ketempat tujuan yaitu dunia arwah.
Anwarsari (1995:86-87) menyatakan sebagai berikut.
penguburan orang yang meninggal dilaksanakan dengan cara langsung(primer) dan tidak langsung atau penguburan kedua (sekunder). Pada penguburan langsung, mayatnya langsung dikuburkan di tanah atau diletakkan dalam suatu wadah di dalam tanah. Sedangkan pengburan tidak langsung (sekunder) dilakukan dengan mengubur mayat terlebih dahulu dalam tanah atau kandang-kandang dalam peti mayat yang dibuat berbentuk seperti perahu. Kuburan ini dianggap sebagai kuburan semantara karena upacara yang terpenting dan yang terakhir belum dapat dilaksanakan. Penguburan yang kedua ini dapat dilakukan dalam tampayan, kubur batu atau wadah dalam tanah.

Pada penguburan langsung(primer) biasanya dilakukan disekitar tempat kediaman dan sering kali mayat diletakkan mengarah ke tempat yang dipandang sebagai asal usul suatu kelompok penduduk atau ketampat yang dianggap sebagai tempat roh nenek moyangnya bersemayang. Anwarsari (1995:87) menyatakan sebagai berikut.
 Orang yang meninggal diberikan upacara-upacara sesuai dengan kehidupannya semasa hidup. Maka orang yang dimasa hidupnya berkedudukan terpandang penguburannya disertakan bekal-bekal kubur yang lengkap hal ini dimaksudkan untuk perjalan ke dunia arwah dapat berjalan dengan selamat. Penguburan kedua(sekunder) dilakukan karena upacara yang terpenting dan terakhir belum dapat dilaksanakan setelah semua persiapan untuk upacara primer tersedia maka mayat yang sudah jadi kerangka itu diambil kembali dan kemudian dibersihkan atau mungkin dicuci baru dibungkus lagi dan dikuburkan ditempat yang telah disediakan. Anwarsari

Penguburan dengan tembayan tersebar luas di daerah seperti Tonkin, Korea, Jepang, Taiwan, Filipina, dan beberapa daerah di Indonesia. Di Indonesia antara lain ditemukan di Anyer, Plawangan, Gilimanuk, Lesung batu, Sa’bang, Tiletile, Melolo, dan Lomblen (Flores). Penguburan dengan tembayan ini hanya dilakukan untuk orang-orang terkemuka dalam masyarakat., sedangkan orang-orang lain dikubur dalam tanah di sekitarnya. Dalam penguburan primer rangka diletakkan dengan sikap terlipat atau sikap jongkok.
Menurut Mukhlis dkk mengemukakan bahwa penguburan sering dilakukan di daerah yang sering dihubungkan dengan sejarah nenek moyangnya atau tempat-tempat tinggi yang di sakralkan. Dikarenakan adanya kepercayan bahwa roh seseorang yang meninggal tidak lenyap tetapi hidup di dunia arwah. Agar arwah mempunyai kedudukan yang tinggi di dunia arwah maka saat dikuburkan diikut sertakan bekal kubur burial gifts. Baik pada fase pengeburan yang pertama (primery burial) maupun penguburan yang kedua (secondery burial). Sebagai puncak pada acara penguburan dilakukan pemotongan hewan yang disertai pendirian bangunan dari batu besar. Mulai upacara dan pendirian bangunan tersebut, diharapkan agar arwah orang yang meninggal tersebut mendapat tempat yang khusus di dunia arwah dan bagi yang ditinggalkan dapat memohon perlindungan kesejahteraan hidupnya maupun untuk kesuburan tanaman.


 

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa manusia Pada masa paleometalik (masa perundagian) terdapat perubahan teknologi dalam pembuatan alat yaitu telah dikenalnya pembuatan logam. Logam adalah barang tambang yang bentuk aslinya berupa bijih-bijih logam. Untuk membuat alat yang terbuat dari logam bijih-bijih logam tersebut harus dilebur untuk dijadikan lempengan atau batangan logam.
Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah
Masyarakat dizaman logam hidup menetap di desa-desa terutama di daerah pegunungan,dataran rendah dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang teratur dan terpimpin. Kebudayaan berburu binatang liar masih dilakukan. Dalam hal ini peran binatang seperti anjing sangat penting untuk membantu dalam perburuan.
Dalam masa perundagian hal yang paling menonjol adalah kepercayaan pada roh nenek moyang terhadap kehidupan. Oleh karena itu, arwah nenek moyang selalu diperhatikan melalui upacara-upacara. Begitu juga dengan orang yang meninggal diberikan penghormatan dan pengsajian yang mungkin dimaksud untuk mengantarkan arwahnya dengan sebaik-baiknya ketempat tujuan yaitu dunia arwah.

B.  Kritik dan Saran
Demikian hasil makalah yang kami paparkan, apabila ada kekurangan atau kelebihan dalam pemaparan tersebut kami mohon maaf. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan dan semoga hasil makalah yang telah kami kerjakan sanagat bermanfaat bagi para pembacanya.

DAFTAR RUJUKAN


Anwarsari. 1995. Sejarah Nasional Indonesia I. Malang:Ikip Malang.
Asmito.1988. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Iskandar,M.,& Djafar.H.,& Setiawan,A. 2009: Sejarah Kebudayaan Indonesia Sistem Pegetahuan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persaja

Mukhlis, P dkk. 1995. Sejarah Kebudayaan Sulawesi. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Ramdhani, P. 2013: Zaman Logam (online) (http://cyberblueinformation.blogspot.com/2013/06/zaman-logam.html), diakses 20 Oktober 20013.

Soejono.2010.Sejarah Nasi onal Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka
Soekmono,R. 1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Kanisius
Soetjipto. 1995. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Malang: Ikip Malang.
Suprapta, B. 1999. Prasejarah Indonesia. Malang

gambar